Kita tidak tahu kapankah realisasi prestasi persepakbolaan yang terkesan sangat rumit bila kita cermati selama ini,akan terwujud. Meski raihan prestasi olah raga prestis untuk semua bangsa di dunia ini adalah cukup sederhana, yaitu memilih sejumlah anak bangsa yang piawai dalam kontrol bola, unggul staminanya, memiliki mentalitas juara dan nasionalisme yang tinggi. Sebagaimana dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia, yang mampu disuguhi tontotan yang enak dari pemain pujaan mereka yang berkiprah di lapangan hijau. Inilah yang menjadi obsesi Bangsa Indonesia, yang nota bene menjadi bangsa “
pemuja bintang sepak bola dari negeri asing”. Tanpa kita sadari, bahwa kitapun mampu memiliki bintang seperti tersebut dari dalam negeri.
Namun apa mau dikata, bahwa selama ini wajah persepakbolaan kita terkesan tidak produktif dalam melahirkan bintang-bintang muda yang kita dambakan. Apalagi jika kita melihat prestasi persepak bolaan kita dengan melihat peringkat FIFA dan AFC terbaru per 31 Maret 2010, maka kita akan melihat bahwa posisi Indonesia berada pada peringkat 138 FIFA dan 24 AFC. Kita tidak perlu melihat siapa saja yang menempati peringkat di atas Indonesia, karena kita akan semakin malu.
Belum lagi dinamika karakter simpatisan persepakbolaan kita yang selalu saja berujung pada anarkis, lantaran terkungkung dengan karakter “
simpatik semu”, akumulasi kekecewaan status social dan karakter tak terpuji lainnya, yang selama ini menjadi “
mimpi buruk kita”. Tentu saja POLRI-pun tidak tinggal diam, terbukti menurut pernyataan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Boy Rafli di Polda Metro Jaya, Senin (31/5), yang menyatakan sikap tegasnya terhadap para pendukung tim sepakbolasaat ini sudah berani melakukan tindakan anarkis yang meresahkan dan membahayakan masyarakat. Pernyataan tegas tersebut berlatar belakang kejadian yang disinyalir meresahkan masyarakat, yaitu anarkis pasca-pertandingan Liga Indonesia Super antara Persija Jakarta dan Arema Malang di Stadion Utama Gelora Bung Karno hari Minggu,30 Mei 2010. Kejadian tersebut merupakan salah satu contoh keprihatinan kita bersama Secercah harapan barangkali bisa mengobati rasa rindu kita, dengan dilangsungkanya Kongres Sepakbola Nasional (KSN) yang telah digelar 30-31 Maret 2010 silam, yang dibuka langsung oleh SBY. Buah hasil gelaran konggres ini adalah tujuh butir rekomendasi KSN demi menggapai profesionalisasi pembinaan persebakbolaan kita sesuai dengan arahan FIFA. Kita langsung saja pada tekad bersama sesuai dengan rekomendasi butir ”
ke tujuh”, tentang program pembinaan prestasi yang fokus kepada pembentukan tim nasional untuk menjadi juara dalam SEA Games 2011. Meski hasil konggres tersebut tidak menyentuh esensi sesuai dengan permintaan sejumlah peserta konggres yang menghendaki mundurnya Nurdin Halid karena dianggap tidak becus mengantarkan PSSI berprestasi.
Lepas dari siapa saja yang menjadi nahkoda dalam bahtera persepakbolaan kita, ada suat harapan yang terselip di pundak Nurdin Halid , yaitu realisasi Timnas Indonesia untuk mampu menorehkan prestasi lagi di Asia dan mengantarkan Indonesia bias menjadi tuan rumah “World Cup” 2022, yang sudah bang tentu ikut berlaga pada kejuaraan tersebut bersama dengan 32 tim negara lain yang penuh prestisius.
Oleh karena itu demi prestos bangsa yang terpuruk di setiap lini kehidupan, manuverpun perlu dilakukan untuk menggeliatkan upaya pengentasanya melalui koridor sepak bola. Bila niatan ini telah disepakati bersama, melalui bentuk reformasi dan restrukturisasi pengurus PSSI, pembangunan infrastruktur untuk sepak bola, pendanaan dan pembinaan sejak usia dini. Maka tidak menutup kemungkinan kita siap berlaga di Th 2022 dan siap bersaing dengan “The Dream Team” yang selama ini hadir hanya dalam impian kita.
0 komentar:
Posting Komentar