|
Tweet |
LONDON - Sebuah gen yang mengendalikan seberapa cepat efek minuman keras menuju otak, telah ditemukan oleh para ilmuwan.
Orang-orang dengan gen tersebut lebih cepat untuk mabuk karena mereka tidak bisa mengatasi jumlah takaran alkohol untuk menjadi seorang alkoholik. Demikian seperti yang dikutip dari Telegraph, Kamis (21/10/2010).
Gen tersebut, yang bernama CYP2E1, menyediakan instruksi kode untuk membuat sebuah enzim yang menghancurkan kadar alkohol.
Para ilmuwan menemukan bahwa 10 sampai 20 persen dari populasi memiliki versi dari gen tersebut yang membuat mereka mabuk lebih cepat. Beberapa gelas pertama minuman keras mungkin akan membuat orang-orang yang memiliki gen CYP2E1 lebih cepat mabuk dibandingkan yang tidak. Orang-orang dengan gen ini pula lah yang cenderung untuk berhenti minum minuman keras lebih cepat.
'Obat-obatan yang ditambahi efek CYP2E1 ke depannya mungkin dapat digunakan untuk orang-orang yang sensitif terhadap alkohol,' ujar para peneliti.
Para ilmuwan di AS menyelidiki genetika dari 237 orang mahasiswa kembar yang memiliki orang tua dengan kecanduan alkohol. Mereka ditaruh di sebuah rumah dimana orang-orang dengan gen CYP2E1 berkumpul. Para mahasiswa tersebut diberikan campuran dari alkohol dan soft-drink. Di akhir ujicoba tersebut mereka ditanyakan apakah mereka merasa mabuk, ngantuk atau terjaga.
'Kami telah menemukan sebuah gen yang bisa melindungi orang-orang terhadap ketergantungan alkohol, dan di atas itu semua, gen ini memiliki efek yang kuat,' ujar Profesor Kirk Wilhelmsen pimpinan studi tersebut, dari University of North Carolina.
'Akan tetapi ketergantungan alkohol itu adalah sebuah penyakit yang kompleks dan ada banyak alasan mengapa orang-orang minum minuman keras,' kata Wilhelmsen.
Efek CYP2E1 tidak berdampak pada lever, melainkan ke otak. Gen tersebut bisa menghancurkan molekul perusak yang disebut radikal bebas, yang mana bisa merusak struktur sensitif seperti sel otak.
'Gen CYP2E1 membuat orang-orang menjadi lebih sensitif pada alkohol dan kini kami sedang mengeksplor, apakah itu menghasilkan lebih banyak radikal bebas atau tidak,' ujar Profesor Wilhelmsen.
sumber : Okezone.com